Kisah Mantan
Preman Bagus Suratman jadi Petani Panutan, Kini Bina Belasan Pria Bertato
https://medan.tribunnews.com/2019/02/11/kisah-mantan-preman-bagus-suratman-jadi-petani-panutan-kini-bina-belasan-pria-bertato?page=3https://medan.tribunnews.com/2019/02/11/kisah-mantan-preman-bagus-suratman-jadi-petani-panutan-kini-bina-belasan-pria-bertato?page=3
Setelah
menuntaskan sekolahnya di sekolah tinggi kejuruan di Klaten, Jawa Tengah, dia
sempat bekerja sebagai kuli bangunan. Tak lama kemudian, dia menyusul orang
tuanya yang tinggal di Jakarta.
Sebelum memutuskan menjadi petani,
Bagas menjajal berbagai profesi, termasuk jadi porter bandara dan kondektur
angkutan/BBC NEWS INDONESIA
"Pahit,
pokoknya," ujarnya sambil tertawa, mengingat masa lalunya.
Kemudian,
dia memutuskan untuk membantu ibunya berjualan sayur di pasar dan mulai
berjualan buah dengan modal yang diberi orang tuanya.
"Sukses, [jual] buah di Kebayoran, [Pasar] Induk Kramatjati siapa yang nggak kenal Bagas dulu," selorohnya.
"Pokoknya dulu terkenal, Bagas itu barang kalau nggak super nggak mau, baru lah kita booming, orang Pasar Minggu, orang Ciputat pada minta ke saya," imbuhnya.
Dengan
semakin larisnya dagangan, dia pun menukarkan motor yang biasa dia pakai untuk
mendistribusikan sayuran dan buah dengan mobil yang dibelinya dengan meminjam
uang ke rentenir.
Mobil
bak itu hingga kini tetap disimpannya sebagai kenang-kenangan atas
perjuangannya di masa lalu.
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Kisah Mantan Preman Bagus Suratman jadi Petani Panutan, Kini Bina Belasan Pria Bertato, https://medan.tribunnews.com/2019/02/11/kisah-mantan-preman-bagus-suratman-jadi-petani-panutan-kini-bina-belasan-pria-bertato?page=3.
Editor: Tariden Turnip
"Pokoknya
dulu terkenal, Bagas itu barang kalau nggak super
nggak mau, baru lah kita booming,
orang Pasar Minggu, orang Ciputat pada minta ke saya," imbuhnya.
Dengan
semakin larisnya dagangan, dia pun menukarkan motor yang biasa dia pakai untuk
mendistribusikan sayuran dan buah dengan mobil yang dibelinya dengan meminjam
uang ke rentenir.
Mobil
bak itu hingga kini tetap disimpannya sebagai kenang-kenangan atas
perjuangannya di masa lalu.
Merintis bisnis
Melihat potensi keuntungan yang lebih besar, pada 2004 Bagas akhirnya memutuskan untuk berkebun dan menanam sayuran dan buah dengan pengetahuan berkebun dia pelajari secara otodidak.
"3.000
meter persegi waktu itu. Abis itu permintaan banyak, jadi selama delapan tahun
itu saya nggak mikirin hasil, dalam arti armada kita banyakin,
yang jelas lahan kita banyakin,
rekrutmen pekerjaan orang-orang yang bekerja kita tarik semua, akhirnya seperti
ini," tutur Bagas.
Bagas Suratman, Mantan Preman yang Kini Menjadi Petani
Sukses
https://paktanidigital.com/artikel/bagas-suratman-mantan-preman-petani/#.XRNrpfkzYnQ
Ada cukup banyak kisah petani sukses di Indonesia yang
begitu inspiratif dan menjadi teladan atau contoh bagi banyak orang.
Mereka adalah orang yang menekuni profesi petani dari nol atau bawah. Sedikit
demi sedikit dan bertahap, mereka mulai menapaki jalannya menuju
kesuksesan yang tentu saja berliku. Pasalnya, tidak mudah untuk
menjalaninya karena dipastikan ada hambatan dan rintangan yang menghadang di
depan. Mereka yang mampu menghadapi dan mengatasinya bisa mensisipi sukses
tersebut. Sementara, yang menyerah di tengah jalan, harus tersingkir
dengan sendirinya karena juga seleksi alam.
Bahkan, tidak sedikit yang mulai menjadi petani karena
ingin terlepas dari kehidupannya yang kelam, seperti yang dialami oleh Bagas
Suratman, seorang pria yang berdomisili di Tangerang, Banten. Sebelum menjadi
petani, Bagas menjalani profesinya sebagai preman, profesi yang terkesan
negatif dan lebih dekat dengan pelanggaran hukum.
Itulah kenyataan kelam yang harus dihadapi oleh Bagas Suratman.
Mabuk-mabukkan, berjudi, dan memeras orang lain sudah pernah dilakoni oleh
Bagas. Dia juga pernah bekerja sebagai porter di bandara dan kondektur
bus. Namun, semua profesinya itu tidak berjalan lama karena ada masalah di
tengah jalan yang juga merupakan kesalahan Bagas sendiri. Akhirnya, Bagas
dipecat atau jika tidak, mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Berintrospeksi
diri
Dengan kondisi kehidupannya yang semakin tidak teratur dan jauh
dari kata mapan, Bagas merenung serta berintrospeksi diri. Dia memang tidak
hidup sendirian. Bagas memiliki istri dan 3 orang anak yang harus dibiayai
kebutuhan hidupnya. Tak mungkin hanya mengandalkan pekerjaan serabutannya
tersebut. Bagas mulai berpikir keras untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan
menghasilkan uang. Akhirnya, Bagas memutuskan untuk mulai bertani.
Kisah sukses petani yang dilalui oleh Bagas pun mulai
dijalani. Bagas memutuskan ingin menjadi petani setelah sering melihat petani
yang telaten menyiram sayuran yang ditanamnya di lahan di pinggir jalan. Pada
saat itu, Bagas masih bekerja sebagai porter barang di Bandara Soekarno-Hatta,
berangkat dan pulang kerja dengan naik angkot karena belum memiliki motor.
Sebenarnya, orang tua Bagas juga petani. Namun, Bagas tak ingin
ikut menjadi petani seperti orang tuanya karena gengsi saja. Namun, setelah
memutuskan untuk bertani, Bagas tidak merasa gengsi lagi. Malahan sebaliknya,
dia bersemangat untuk menekuninya karena percaya bisa mengubah kehidupannya di
masa depan. Selanjutnya, Bagas mulai belajar bertani dari nol dan dasar. Ia
lebih banyak memperhatikan dan bertanya kepada petani sayuran atau buah-buahan
yang dikenalnya.
Bagas Suratman, mantan preman yang sukses jadi
petani panutan
Siapa nyana, pengalaman hidup
yang 'pahit' itu justru mengantarkan Bagas jadi petani panutan Kementerian
Pertanian.
Selama 10 tahun terakhir, Bagas
berhasil mengelola 26 hektar lahan tak jauh dari bandara Soekarno-Hatta
Tangerang. Padahal, dulunya lahan tersebut kosong dan tak tergarap. Namun kini
jadi penghasil utama sayur dan buah yang didistribusikan ke pasar tradisional
serta jaringan supermarket di Jabodetabek.
Tidak hanya fokus menggarap
lahan, Bagas juga mengajak anak-anak muda yang menganggur untuk ikut bertani.
"Sekarang ini, petani kita
usianya 50-60 tahun, sebentar lagi mungkin akan pensiun. Siapa yang akan
meneruskan pertanian di Indonesia? Anak-anak muda ini harapannya," ujar
Bagas.
Suratman
preman jadi petani sukses
https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all
https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all
Titik balik
kehidupan Bagas Suratman (38) terjadi saat dirinya melihat tiga buah hatinya
yang sudah mulai beranjak dewasa. Mantan preman dan penjudi tersebut akhirnya
banting setir menjadi petani. Keputusan pria asal Tangerang, Banten, tersebut
akhirnya berbuah manis. Bagas menjadi petani sukses dengan penghasilan kurang
lebih Rp 15 juta. Selain itu, kerja keras Bagas berhasil membuka lapangan
pekerjaan bagi para pengangguran. Berikut ini fakta di balik kisah inspiratif
dari sosok Bagas Suratman:
Dunia "jalanan" sempat menjerumuskan hidup Bagas
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta Hidup "Si Mantan Preman" Bagas Suratman, Jadi Petani Sukses hingga Omset Rp 15 Juta Per Hari ", https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all.
Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Khairina
Dunia "jalanan" sempat menjerumuskan hidup Bagas
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta Hidup "Si Mantan Preman" Bagas Suratman, Jadi Petani Sukses hingga Omset Rp 15 Juta Per Hari ", https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all.
Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Khairina
Bagas
Suratman masih teringat kerasnya hidupnya sebelum menekuni sebagai petani.
Bagas mengaku, pernah bekerja sebagai porter di bandara, kondektur, hingga
menjadi preman. Selain itu, dirinya sangat akrab dengan minuman keras dan meja
judi. Kehidupan jalanan tersebut ternyata berimbas kepada pekerjaannya.
"Saya juga sudah menjalani banyak pekerjaan. Namun, ending-nya enggak
enak. Selalu dipecat," kata Bagas di depan peserta roadshow BBC Get
Inspired di Kampus Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur, Kamis
(14/2/2019).
2. Hidup Bagas berubah karena alasan ini...
Titik balik kehidupan Bagas Suratman (38) terjadi saat pria tiga anak itu kerap memperhatikan anak-anaknya mulai beranjak dewasa. Hal ini menyadarkan dirinya akan kebutuhan biaya pendidikan mereka. "Dari melihat anak itulah saya mulai sadar bahwa saya harus berubah, apalagi anak-anak sudah mulai dewasa dan membutuhkan biaya pendidikan," kata Bagas, Kamis (14/2/2019). Berjalannya waktu, Bagas akhirnya menemukan kehendak hati untuk menjadi petani. Niat itu muncul saat Bagas sering melihat para petani menyirami tanaman sayur mereka. "Saya waktu pulang kerja sebagai porter di bandara (Bandara Soekarno-Hatta) naik angkot karena waktu itu jarang ada motor. Saya sering melihat dia begitu ulet menyiram sayur. Saya jadi tertarik," katanya. Keuletan dan kesabaran para petani tersebut menyita perhatian Bagas
3. Berasal dari keluarga petani yang malu jadi petani
Keluarga Bagas sebenarnya adalah keluarga petani. Namun, karena gengsi, Bagas enggan untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya. "Waktu itu saya tidak mau jadi petani karena gengsi. Menjadi petani itu enggak keren," katanya. Cara pandang itu pun dia ubah. Bagas kembali belajar secara otodidak bagaimana menanam sayur. Darah petani di tubuhnya dia salurkan kembali hingga akhirnya menuai sukses. Bagas kemudian mencoba menyewa lahan tanah tidur seluas 3.000 meter persegi untuk ditanami sayuran dan buah-buahan. Tanah tersebut tepat berada di pinggir Bandara Soekarno-Hatta. "Modalnya dari hasil dagang sedikit-sedikit. Sebelumnya saya juga sempat dagang," kata Bagas.
4. Alami musibah banjir, namun bangkit lagi
Pada 2007, Bagas mengalami musibah. Kebun sayur yang dikelolanya diterjang banjir. Semua tanaman sayur dan buah-buahan terendam. "Padahal, besok mau dipanen. Semuanya habis karena terendam banjir," kenang Bagas. Namun, musibah itu tidak membuat Bagas menyerah. Ia tetap bangkit untuk menjalankan usaha taninya yang sudah dirintis cukup lama itu. Kini, dari transaksi sayuran dan buah-buahan, Bagas meraup omzet kotor hingga Rp 15 juta per hari. Pendapatan itu belum dipotong untuk membayar gaji pekerja dan biaya lain. Bagas juga sudah mampu menyewa lahan seluas 26 hektar untuk ditanami sayuran dan buah-buahan seperti melon. Ia memasok hasil usaha taninya ke pasar-pasar tradisional dan supermarket-supermarket di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
5. Membuka lapangan pekerjaan bagi para pengangguran
Pengalaman dipecat dari sejumlah pekerjaan membuat Bagas ingin membantu para pengangguran, khususnya preman, untuk mendapatkan pekerjaan. Bagas pun merekrut para pengangguran, pemabuk, mantan preman, dan lain sebagainya, termasuk mantan teman-temannya yang dahulu berkecimpung di dunia yang disebutnya "jalanan". Rata-rata pekerja di kebun Bagas bertato. “Tidak penting berapa pendapatan saya. Yang terpenting adalah bagaimana saya bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Bagas. Bagas pun hanya mensyaratkan beberapa hal bagi para pencari pekerjaan tersebut, yaitu jujur dan mau bekerja keras. "Hanya itu syarat yang saya berlakukan. Tidak penting dari kalangan mana. Siapa pun boleh bekerja di sini yang penting memenuhi syarat itu," katanya.
6. Terbuka bagi generasi muda untuk belajar bertani
Kisah perjuangan Bagas dari kehidupan terpuruk menjadi petani sukses menginspirasi banyak orang, apalagi setelah kisahnya itu muncul di media asal Inggris, BBC. "Banyak orang yang menghubungi saya, baik melalui WhatsApp maupun media sosial," katanya. Hampir setiap hari Bagas kerap dihubungi banyak orang, dari mulai ingin belajar bertani, mengajak kerja sama, hingga sekadar kagum. "Kalau ada yang ingin belajar, saya sangat terbuka. Siapa pun boleh datang," katanya. Bagas pun berpesan kepada para generasi muda untuk tidak melupakan pekerjaan petani. "Bertani itu sentral hidup banyak orang. Bayangkan saja kalau petani mogok, nanti orang makan apa," kata Bagas.
Sumber: KOMPAS.com (Farid Assifa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta Hidup "Si Mantan Preman" Bagas Suratman, Jadi Petani Sukses hingga Omset Rp 15 Juta Per Hari ", https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all.
Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Khairina
2. Hidup Bagas berubah karena alasan ini...
Titik balik kehidupan Bagas Suratman (38) terjadi saat pria tiga anak itu kerap memperhatikan anak-anaknya mulai beranjak dewasa. Hal ini menyadarkan dirinya akan kebutuhan biaya pendidikan mereka. "Dari melihat anak itulah saya mulai sadar bahwa saya harus berubah, apalagi anak-anak sudah mulai dewasa dan membutuhkan biaya pendidikan," kata Bagas, Kamis (14/2/2019). Berjalannya waktu, Bagas akhirnya menemukan kehendak hati untuk menjadi petani. Niat itu muncul saat Bagas sering melihat para petani menyirami tanaman sayur mereka. "Saya waktu pulang kerja sebagai porter di bandara (Bandara Soekarno-Hatta) naik angkot karena waktu itu jarang ada motor. Saya sering melihat dia begitu ulet menyiram sayur. Saya jadi tertarik," katanya. Keuletan dan kesabaran para petani tersebut menyita perhatian Bagas
3. Berasal dari keluarga petani yang malu jadi petani
Keluarga Bagas sebenarnya adalah keluarga petani. Namun, karena gengsi, Bagas enggan untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya. "Waktu itu saya tidak mau jadi petani karena gengsi. Menjadi petani itu enggak keren," katanya. Cara pandang itu pun dia ubah. Bagas kembali belajar secara otodidak bagaimana menanam sayur. Darah petani di tubuhnya dia salurkan kembali hingga akhirnya menuai sukses. Bagas kemudian mencoba menyewa lahan tanah tidur seluas 3.000 meter persegi untuk ditanami sayuran dan buah-buahan. Tanah tersebut tepat berada di pinggir Bandara Soekarno-Hatta. "Modalnya dari hasil dagang sedikit-sedikit. Sebelumnya saya juga sempat dagang," kata Bagas.
4. Alami musibah banjir, namun bangkit lagi
Pada 2007, Bagas mengalami musibah. Kebun sayur yang dikelolanya diterjang banjir. Semua tanaman sayur dan buah-buahan terendam. "Padahal, besok mau dipanen. Semuanya habis karena terendam banjir," kenang Bagas. Namun, musibah itu tidak membuat Bagas menyerah. Ia tetap bangkit untuk menjalankan usaha taninya yang sudah dirintis cukup lama itu. Kini, dari transaksi sayuran dan buah-buahan, Bagas meraup omzet kotor hingga Rp 15 juta per hari. Pendapatan itu belum dipotong untuk membayar gaji pekerja dan biaya lain. Bagas juga sudah mampu menyewa lahan seluas 26 hektar untuk ditanami sayuran dan buah-buahan seperti melon. Ia memasok hasil usaha taninya ke pasar-pasar tradisional dan supermarket-supermarket di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
5. Membuka lapangan pekerjaan bagi para pengangguran
Pengalaman dipecat dari sejumlah pekerjaan membuat Bagas ingin membantu para pengangguran, khususnya preman, untuk mendapatkan pekerjaan. Bagas pun merekrut para pengangguran, pemabuk, mantan preman, dan lain sebagainya, termasuk mantan teman-temannya yang dahulu berkecimpung di dunia yang disebutnya "jalanan". Rata-rata pekerja di kebun Bagas bertato. “Tidak penting berapa pendapatan saya. Yang terpenting adalah bagaimana saya bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Bagas. Bagas pun hanya mensyaratkan beberapa hal bagi para pencari pekerjaan tersebut, yaitu jujur dan mau bekerja keras. "Hanya itu syarat yang saya berlakukan. Tidak penting dari kalangan mana. Siapa pun boleh bekerja di sini yang penting memenuhi syarat itu," katanya.
6. Terbuka bagi generasi muda untuk belajar bertani
Kisah perjuangan Bagas dari kehidupan terpuruk menjadi petani sukses menginspirasi banyak orang, apalagi setelah kisahnya itu muncul di media asal Inggris, BBC. "Banyak orang yang menghubungi saya, baik melalui WhatsApp maupun media sosial," katanya. Hampir setiap hari Bagas kerap dihubungi banyak orang, dari mulai ingin belajar bertani, mengajak kerja sama, hingga sekadar kagum. "Kalau ada yang ingin belajar, saya sangat terbuka. Siapa pun boleh datang," katanya. Bagas pun berpesan kepada para generasi muda untuk tidak melupakan pekerjaan petani. "Bertani itu sentral hidup banyak orang. Bayangkan saja kalau petani mogok, nanti orang makan apa," kata Bagas.
Sumber: KOMPAS.com (Farid Assifa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta Hidup "Si Mantan Preman" Bagas Suratman, Jadi Petani Sukses hingga Omset Rp 15 Juta Per Hari ", https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset?page=all.
Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Khairina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar